KENAIKAN
SUHU BUMI MENGANCAM KEHIDUPAN PEREKONOMIAN GLOBAL
Vegi
Dwi Januaristy
SI Pendidikan Ekonomi
Universitas Negeri Gorontalo
      Beberapa tahun terakhir ini saya yakin kita semua
merasakan suhu di lingkungan sekitar kita semakin hari semakin panas. Udara
yang kita hirup-pun sangat kurang kandungan oksigennya. Bahkan akibat buruk
dari perubahan suhu yang berakibat pada perubahan tekanan udara yang sangat
signifikan ini dirasakan oleh negara tetangga kita, yaitu Filipina.
            Pada 8 November 2013, Topan Yolanda (Haiynan), salah satu
badai terkuat yang pernah tercatat untuk memukul tanah, menghancurkan sebuah
daerah yang luas dari Filipina tengah…(Asian Development Bank).
            Tidak hanya itu, berdasarkan hasil penelitian yang
dilaporkan lewat situs resmi Asian
Developmen Bank kondisi ini kemungkinan akan terus memburuk dalam jangka
panjang. Perubahan iklim akan terus meningkat khususnya di 6 (enam) wilayah
negara berkembang di Asia Selatan (India, Bangladesh, Bhutan, Nepal, Sri Lanka
dan Maladewa). Tanpa penyimpangan global dari jalur fosil-bahan bakar padat,
Asia Selatan bisa kehilangan setara 1,8% dari Produk domestik bruto tahunan
(PDB) pada tahun 2050, yang akan semakin meningkat menjadi 8,8% pada tahun
2100. 
            Namun, jika komunitas global mengambil tindakan sepanjang
perjanjian Kopenhagen-Cancun untuk menjaga suhu rata-rata global dibawah atau
beranjak 2 derajat celcius, wilayah ini hanya akan kehilangan rata-rata 1,3%
dari PDB pada tahun 2050 dan sekitar 2,5% pada tahun 2100. Dapak pada
sektor-sektor yang rentan adalah sebagai berikut.
Pertanian
Suhu yang lebih tinggi
akhirnya mengurangi hasil tanaman yang diinginkan serta mendorong gulma dan
proliferasi hama. Perubahan curah hujan (waktu dan jumlah) meningkatkan
kemungkinan kegagalan npanen jangka pendek dan penurunan produksi jangka
panjang, berpose ancaman serius bagi ketahanan pangan. Meskipun akan ada
keuntungan dalam beberapa tanaman di beberapa daerah, dampak keseluruhan dari
perubahan iklim pada pertanian diharapkan menjadi negatif dan harus jauh lebih
baik dipahami.
Energi
Kenaikan rata-rata
pemanasan akan meningkatkan kebutuhan energi untuk ruang pendingin (tetapi
mengurangi energi yang dibutuhkan untuk pemanasan), sekaligus meningkatkan
permintaan energi untuk irigasi. Di sisi penawaran, ada pengaruh langsung pada
tenaga air dan pembangkit listrik termal melalui ketersediaan air dan suhu air
pendingin masing-masing. Peningkatan intensitas dan frekuensi kejadian ekstrem
seperti badai dan kenaikan permukaan laut dapat menyebabkan lebih banyak kegagalan
sistem kelistrikan.
Hutan
dan Ekosistem Lainnya
Perubahan hutan akan
mempengaruhi sumber karbon hutan di beberapa wilayah di negara ini.
Kesehatan
Hasil pemodelan menunjukan
bahwa tingkat kematian untuk wilayah yang disebabkan oleh demam berdarah, malaria
dan diare akan meningkat dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari perubahan
iklim. Morbiditas dan kematian akibat penyakit tersebut bisa meningkat di masa
depan di bawah semua skenario.
Air
Meskipun siklus curah
hujan tahunan monsun yang didominasi diperkirakan akan tetap tidak berubah di
Asia Selatan, beberapa dekade mendatang diperkirakan memiliki musim dingin
kering dan hangat dengan berkurangnya tutupan salju, sementara musim panas
diperkirakan akan menjadi basah dan lebih hangat. Pola musiman arus sepanjang
tahun bisa menjadi lebih tidak menentu, karena curah hujan segera diubah
menjadi limpasan bukannya disimpan sebagai es.
Indonesia
Negeri Maritim
Sebagai negara maritim,
Indonesia tidak terlepas dari ancaman yang disebabkan oleh perubahan suhu di
permukan bumi. Terlebih, 78% dari bumi indonesia adalah perairan. Tentunya hal
ini perlu menjadi bahan pertimbangan, terkait dengan rencana program pemerintah
untuk mengembangkan sektor kemaritiman.
Sebagaimana dilansir
dalam VIVAnews.com, 
“kenaikan suhu
rata-rata muka bumi di atas 2 derajat celcius, maka akan berdampak buruk bagi
sumber daya maritim yang ada di Indonesia”.
“kenaikan suhu
rata-rata muka bumi di atas 2 derajat celcius akan merusak terumbu karang di
lautan yang ada Indonesia, yang berakibat semakin turunnya perkembangbiakan
ikan di laut, karena terumbu karang merupakan tempat ikan bertelur,” kata Doddy
S Sukadri, Anggota Karbon Dewan Nasional Perubahan Iklim di sela-sela acara
Intergovermental Panel on Climate Change (IPPCC)’s fifth Assessment Report di
Yogyakarta, selasa 11 November 2014.
Menurutnya, perairan
laut di Indonesia merupakan salah satu segitiga terumbu karang di dunia,
sehingga ketika terumbu karang tersebut rusak akibat perubahan iklim, maka
menjadi permasalahan tersendiri bagi pemerintahan Jokowi-JK untuk memaksimalkan
sumber daya meritim yang ada.
Artinya, dalam
menanggulangi masalah ini Indonesia tidak dapat menyelesaikannya sendiri.
Indonesia perlu bekerja sama dengan negara-negara lain, terutama negara-negara
terdekat atau negara tetangga. Karena faktanya, perubahan suhu di suatu wilayah
akan mempengaruhi suhu di wilayah lain. Jadi perubahan suhu dapat menyebabkan
perubahan tekanan udara. Dalam skala besar hal ini sering memicu bencana yang
disebabkan oleh tekanan udara yang sangat dahsyat, seperti tornado, yolanda dan
lain sebagainya.
Ali Tuqeer Sheikh, Chief Executive Officer Climate and
Development Knowledge Network (CDKN) mengatakan, dampak serius yang dapat
dirasakan oleh Indonesia akibat peningkatan suhu udara di atas 2 derajat
celcius diantaranya, rusaknya pertanian sehingga mengancam pasokan pangan bagi
masyarakat, kerusakan terumbu karang yang mengancam perkembang biakan ikanyang
ada di laut, merusak mata pencaharian masyarakat pesisir, ketersediaan air
bersih, merebaknya wabah penyakit, aktivitas migrasi, hingga konflik perebutan
sumber daya alam. 
“bahkan sangat
dimungkinkan kawasan Indonesia bagian Timur yang terkenal kering karena jarang
terjadi hujan akan menjadi gurun yang panas dan tandus,” katanya.
Menurutnya, kenaikan
suhu udara di Asia Selatan dan Asia Tenggara selama abad 20 dan tahun 2000-an
dampaknya kini sudah mulai dirasakan oleh masyarakat dan telah mengancam
gangguan ketersediaan pangan, kesehatan, dan kualitas hidup manusia.
“seperti kejadian tiga
kali topan yang melanda Filipina dalam kurun waktu 12 bulan, salah satunya
Topan Hainan dengan kecepatan 310km/jam telah menjadi bencana terburuk yang
melanda Negara Filipina, akibat dari pemanasan suhu muka bumi,” katanya.
SUMBER