Minggu, 25 Mei 2014

ARTIKEL SEKOLAH KERJA



 Model Pembelajaran Sekolah Kerja
Konsep Simulasi Sebagai Pengembangan Model Pembelajaran Di SMK/MAK
Untuk Meningkatkan Relevansi Pendidikan

Vegi Dwi Januaristy
Mahasiswa S1 Pendidikan Ekonomi Universitas Negeri Gorontalo

PENDAHULUAN
Di zaman yang semakin modern ini,banyak orang, khususnya orang tua yang menasehati anaknya ataupun pemuda lain agar mau bersekolah, melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Banyak dari mereka yang mengatakan bahwa tujuan bersekolah adalah agar mudah memperoleh pekerjaan, agar hidupnya lebih mapan, mengangkat derajad orang tua dan lain sebagainya. Namun benarkah demikian? Dapatkah pendidikan menjamin setiap orang dapat memperloleh pekerjaan yang mapan?
Faktanya tingkat pengangguran di Indonesia masih sangat tinggi. Seperti yang dilansir dalam Tribunnews, Jakarta (6 November 2013) dimana pengangguran di Indonesia mencapai 7,39 juta orang. Padahal semakin hari semakin banyak orang yang bersekolah, bahkan sampai ke perguruan tinggi. Ratusan perguruan tinggi, SMA, SMK/MAK dan sederajad se-Indonesia setiap tahunnya meluluskan ribuan SDM yang memerlukan tempat dalam dunia kerja. Jika kita kembali melihat fakta yang ada, jelas menggambarkan sebagian besar SDM belum dapat masuk dalam dunia kerja (baik industri swasta maupun pemerintah).
Dari penjelasan di atas, tentunya pembaca sudah dapat menebak dasar penulisan artikel ini. Di sini yang paling mendasar adalah masalah relevansi pendidikan dan kompleksitas kebutuhan dunia kerja itu sendiri. Yang terjadi saat ini, ribuan bahkan mungkin jutaan SDM yang dihasilkan oleh lembaga – lembaga pendidikan tidak sebanding dengan jumlah yang dibutuhkan dunia kerja. Seringkali kebutuhan dunia kerja akan skill tertentu justru tidak dimiliki oleh luaran yang beribu – ribu orang tadi. Jadi, seakan – akan tidak ada kesesuaian antara apa yang diperoleh dari lembaga pendidikan dengan apa yang dibutuhkan dalam dunia kerja.
Jika demikian, lalu apa sesungguhnya kegunaan dari penyelenggaraan pendidikan itu? Membentuk moral yang beradap? Memanusiakan manusia? Banyak orang yang moralnya rusak karena tidak mendapat pekerjaan. Sehingga mereka menekuni pekerjaan yang tidak seharusnya dilakukan. Menurut Ki Hadjar Dewantara, tujuan dari pendidikan adalah penguasaan diri, sebab disinilah pendidikan memanusiakan manusia (humanisasi). Penguasaan diri merupakan langkah yang dituju untuk tercapainya pendidikan yang memanusiawikan manusia (Fedi, 2013). Pengertian ini mengandung makna yang sangat luas dan sangat ideal jika di jabarkan. Sedangkan pengertian pendidikan itu sendiri menurut Mudyahardjo (2006: 3), pendidikan adalah hidup. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan hidup. Pengertian yang sangat luas dan penuh makna. Dari kalimat terakhir bisa kita simpulkan bahwa bukan pendidikan jika tidak memberi perubahan dalam kehidupan seseorang.
Oleh karena itu, dalam kesempatan kali ini saya ingin menggagas sebuah konsep, yaitu konsep simulasi yang saya kembangkan dari pandangan model pembelajaran sekolah kerja.

PENGEMBANGAN MODEL SEKOLAH KERJA DENGAN KONSEP SIMULASI
Simulasi adalah suatu proses peniruan dari sesuatu yang nyata beserta keadaan sekelilingnya (state of affairs) (seaparamita.blogspot.com). Dengan tidak lari begitu jauh dari model sekolah kerja, maksud saya konsep simulasi di sini hanyalah sekedar pengembangan dari model tersebut. Sehingga perlu kita ketahui terlebih dahulu tentang apa itu model sekolah kerja?
Tokoh yang sering dipandang sebagai bapak sekolah kerja adalah G.Kerschensteiner (1854-1932) dengan Arbeitschule-nya (sekolah kerja) di jerman. Perlu dikemukakan bahwa sekolah kerja itu bertolak dari pandangan bahwa pendidikan tidak hanya demi kepentingan individu tetapi juga demi kepentingan masyarakat. Dengan kata lain, sekolah berkewjiban menyiapkan warga negara yang baik, yakni (Tirtarahardja dan La Sulo, 6: 204-205):
1)      Tiap orang adalah pekerja dalam salah satu lapangan jabatan.
2)      Tiap orang wajib menyumbangkan tenaganya untuk kepentingan negara.
3)      Dalam menunaikan kedua tugas tersebut haruslah selalu diusahakan kesempurnaannya, agar dengan jalan itu tiap warga negara ikut membantu mempertinggi dan menyempurnakan kesusilaan dan keselamatan negara.

Berdasarkan hal itu, maka menurut G.Kerschensteiner tujuan sekolah adalah:
1)      Menambah pengetahuan anak, yaitu pengetahuan yang didapat dari buku atau orang lain, dan yang didapat dari pengalaman sendiri,
2)      Agar anak dapat memiliki kemampuan dan kemahiran tertentu,
3)      Agar anak dapat memiliki pekerjaan sebagai persiapan jabatan dalam mengabdi negara.
Kerschensteiner lebih mengutamakan pekerjaan tangan  (keterampilan) daripada pekerjaan otak (kognitivisme). Oleh karena demikian banyaknya macam pekerjaan yang menjadi pusat pelajaran, maka sekolah kerja dibagi menjadi 3 golongan besar:
1)      Sekolah-sekolah perindustrian (tukang cukur, tukang cetak, tukang kayu, tukang daging, masinis dan lain-lain).
2)      Sekolah-sekolah perdagangan (makanan, pakaian, bank, asuransi, pemegang buku, porselin, pisau, dan gunting dari besi, dan lain-lain).
3)      Sekolah-sekolah rumah tangga, bertujuan mendidik para calon ibu yang diharapkan akan menghasilkan warga negara yang baik.
Segala pekerjaan itu dilaksanakan di sekolah sehingga sekolah mempunyai alat – alat lengkap dan tempat (ruang) yang cukup; dapur; laboratorium; kebun sekolah; tempat bertukang; dan sebagainya. (Tirtarahardja & La Sulo, 6: 204-205)
Dari penjelasan di atas, model pembelajaran sekolah kerja tampak sangat ideal jika diterapkan di era 80-an atau 90-an. Namun, bukan berarti model tersebut tidak dapat diterapkan di era globalisasi ini. Peranan sekolah kerja sangat mendorong berkembangnya sekolah kejuruan, seperti yang telah banyak terdapat di Indonesia. Namun, di era global sekarang ini tidak cukup jika seseorang masuk dalam sekolah kejuruan kemudian memilih salah satu jurusan misalnya jurusan pembukuan atau yang sekarang terkenal dengan nama Akuntansi yang dapat digolongkan dalam sekolah – sekolah perdagangan. Jika menggunakan model dasar sekolah kerja yang masih klasik (tradisional), maka dalam implementasinya pasti mereka akan membentuk satu sitem dimana terdapat kelompok yang berdagang untuk menimbulkan transaksi keuangan, misalnya dalam suatu daerah memiliki sumber daya alam berupa beras, sehingga mereka melakukan jual beli beras lalu bagian Akuntansi akan menghandel masalah keuangannya. Mulai dari perencanaan keuangan, transaksi, sampai dengan perhitungan laba penjualan.
Dalam implementasi tersebut jelas model ini masih sangat sederhana dan terbatas. Sehingga perlu dikembangkan agar menjadi lebih kompleks lagi dan sesuai dengan perkembangan zaman.
Konsep simulasi berangkat dari masalah relevansi pendidikan dan kompleksitas kebutuhan dunia kerja. Dari contoh di atas, menurut saya masih sangat terbatas, karena zaman sekarang kata “perdagangan”  memiliki arti yang luas. Dalam kehidupan nyata perusahaan – perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan sangat banyak jenisnya seperti, Perusahaan Dagang/PD (bentuk sederhana), Perusahaan Jasa (PJ), Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan manufaktur, Perusahaan yang bergerak dalam Pasar Modal, CV dan masih banyak lagi yang lainnya.
Gambaran model sekolah kerja dengan konsep simulasi yaitu dengan membuat simulasi (peniruan) dari setiap jenis perusahaan yang ada. Semuanya dibuat seolah dalam dunia nyata. Misalnya simulasi untuk Perseroan Terbatas, dibentuk siapa pemegang saham perusahaannya, siapa pemegang saham yang memiliki suara (Preferens) maupun pemegang saham yang tidak memiliki suara dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), bagian keuangan, publik, pihak – pihak yang berperan sebagai konsumen ataupun rekan bisnis, bank, dan lain sebagainya.
Di awal pertemuan atau di awal proses pembelajaran (di kelas satu semester pertama/ganjil) perlu disampaikan dasar – dasar akuntansi secara keseluruhan. Kemudian diberi pengantar dan buku pegangan untuk setiap simulasi yang akan dilakukan. Dan dalam pelaksanaannya tetap harus dibimbing oleh satu atau dua orang pembimbing (dapat disesuaikan). Simulasi ini akan lebih efisien lagi jika didukung dengan pembimbing yang didatangkan langsung dari dunia usaha dan dunia industri (DU/DI) yang disesuaikan dengan bentuk simulasi yang akan dilakukan. Sehingga kendala – kendala yang dihadapi dapat langsung terjawab.
Saat ini di SMK/MAK terdapat yang namanya Praktek Kerja Lapangan (PKL) atau di sekolah saya disebut dengan PSG (Pendidikan Sistem Ganda). Jika kita analisis sistem tersebut juga merupakan pengembangan dari Model Pembelajaran Sekolah Kerja. Dan dalam konsep simulasi ini, saya tidak bermaksud meniadakan sistem tersebut, karena yang namanya dalam Model Pembelajaran Sekolah Kerja siswa harus benar – benar bekerja dalam dunia nyata, dalam suatu lapangan pekerjaan. Hanya saja dengan adanya konsep simulasi akan mempermudah siswa/siswi dalam melaksanakan sistem tersebut.
Sejauh ini, Pendidikan Sistem Ganda (PSG) dilaksanakan ketika siswa/siswi menginjak semester genap di kelas dua. Sehingga waktu yang dimiliki untuk menerapkan konsep simulasi ± 1,5 tahun. Waktu ini sudah lebih dari cukup. Meskipun akan lebih efisien lagi jika waktu untuk proses pembelajaran diperpanjang, mengingat dalam dunia kerja, aktivitas kantor dimulai sejak pagi (sekitar 7.15, 7.30 ataupun 8.00) sampai sore hari (4.00 s.d 5.00. Lagipula menurut saya kita perlu mencontoh negara maju dimana siswa – siswai hanya berada dirumah pada malam hari, bahkan ada juga yang masih mengambil les, kursus dan sebagainya.
Waktu yang panjang tersebut saya katakan sebagai waktu pembelajaran karena belajar tidak hanya di sekolah, jadi mereka juga bisa belajar di luar sekolah berbaur bersama masyarakat, sebagaimana dasar pandangan dari sekolah kerja itu sendiri. Sehingga Model Pembelajaran Sekolah Kerja juga dapat menggunakan pendekatan BBE (Broad Based Education), yaitu pendekatan pendidikan yang berbasis pada masyarakat luas yang dapat diterapkan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Kebaikan BBE ini berfokus pada pendekatan pendidikan life skills atau pendidikan kecakapan hidup, (Bahtiar, 144) sesuai dengan pandangan kerschensteiner yang mementingkan pekerjaan tangan dari pekerjaan otak.
Di Amerika Serikat, gema sekolah kerja dapat ditemukan dalam gagasan – gagasan John Dewey tentang pendidikan, khususnya metode proyek. John Dewey memandang pendidikan sebagai rekonstruksi pengalaman – pengalaman yang berlangsung terup dalam hidup (Mudyahardjo, 151). Namun, menurut saya metode ini juga masih terbatas karena dalam metode ini siswa/siswi menentukan pilihan pekerjaan, kemudian merancang dan memimpinnya. Sedangkan tututan dunia kerja adalah SDM yang serba bisa. Selain itu dalam satu jurusan tentunya terdapat banyak orang, jika suatu peluang kerja telah diisi oleh orang lain, maka kita akan kehilangan kesempatan itu dan sulit mencari pekerjaan lain yang latar belakangnya berbeda dengan yang kita pelajari.
KELEBIHAN DAN MANFAAT KONSEP SIMULASI
Model Pembelajaran Sekolah Kerja dengan Konsep Simulasi ini kelebihan – kelebihan dan manfaat yang sangat luas cakupannya, antara lain:
1)      Membentuk SDM yang berwawasan luas,
2)      Menawarkan kecakapan di bidang kopentensi yang diambil secara mendalam,
3)      SDM yang dihasilkan lebih terampil dan siap pakai karena telah dibekali dengan kemampuan dalam bidang kerja yang luas.
4)      Mampu menjawab tantangan, seperti yang saya contohkan di atas, sehingga SDM yang dihasilkan siap bekerja dalam perusahaan dengan bentuk apapun, karena ia telah menguasai seluk – beluknya melalui simulasi.
5)      Memiliki banyak keahlian tambahan (di luar kompetensi), karena selama mengenyam pendidikan banyak menjalin hubungan dengan pihak luar baik masyarakat maupun pihak swasta dan pemerintah.
6)      Dunia kerja tentunya lebih yakin menggunakan SDM yang dihasilkan karena bisa jadi perusahaan mereka adalah salah datu perusahaan yang pernah menjalin kerja sama sebelumnya, ataupun karena SDM yang dihasilkan memang sesuai dengan yang dibutuhkan, bahkan lebih.
7)      Menanamkan jiwa wirausaha yang berkompeten, religius, profesional, dan berpikiran global.
Saya yakin masih sangat banyak kelebihan yang lainnya. Semua kelebihan di atas tentunya mampu memberikan manfaat kepada masyarakat, bangsa dan negasa. Dalam pembelajaran sesungguhnya saya belum tau apakah konsep simulasi ini sudah ada yang menerapkan atau belum. Namun, selain dalam pembelajaran sudah banyak digunakan. Seperti simulator kuda, untuk orang yang ingin belajar berkuda tetapi takut secara langsung menggunakan kusa asli. Kemudian simulator SIM, untuk pengendara, dimana dalam tes, yang mengajukan pembuatan SIM dihadapkan pada alat simulasi yang membuatnya seakan – akan sedang mengemudikan kendaraan.
TANTANGAN DAN HAMBATAN
Tantangan dari penerapan konsep ini meliputi pihak guru maupun pihak siswa/siswi. Guru diharapkan tidak hanya memiliki kopetensi pedagogiek tetapi juga memiliki kemampuan dalam hal kepribadian, sosial, dan profesional. Bagaimana mungkin seorang guru mengarahkan siswanya untuk menjalin interaksi dengan banyak orang sedang dirinya sendiri kesulitan jika harus demikian. Akan lebih menunjang jika guru memiliki kemampuan berbahasa asing walaupun pasif, dan juga kemampuan di bidang IT.
Dari sudut siswa, tidak dituntut terlalu banyak, yang terpenting adalah semangat untuk belajar dan selalu memotivasi diri. Rajin, tekun, kritis dalam berfikir sehingga mampu memanfaatkan setiap momen yang dilalui untuk menimba ilmu sebanyak – banyaknya dan menjalin relasi yang positif dengan berbagai pihak sehingga memungkinkannya untuk dapat segera memperoleh pekerjaan ketika lulus dari sekolah.
Secara keseluruhan sebagai pihak sekolah harus mampu menjalin kerja sama dengan instansi – instansi terkait untuk memperoleh kepercayaan. Tidak seperti yang banyak terjadi, dari sekian banyak orang yang saya wawancarai mengaku bahwa saat PSG mereka ditempatkan di instansi yang kurang sesuai dengan kompetensi dan akhirnya mereka hanya diperintahkan kesana – kemari, fotocopy, bahkan membuat teh dan menyapu ruangan.
Hambatan dalam konsep simulasi ini adalah bertambahnya anggaran untuk melakukan simulasi. Ditambah lagi pencairan dana dari pemerintah seringkali lambat. Kemampuan guru dalam menyesuaikan diri akan sedikit mengalami kesulitan terlebih jika guru tersebut tidak dididik sebagai seorang guru bahkan latar belakang pendidikannyapun tidak sesuai dengan jurusan. Sesungguhnya dari segi pendidik yang berkompeten-pun Indonesia masih sangat kekurangan SDM. Hal ini diperparah dengan tingkat KKN yang sangat tinggi di Indonesia. Jadi untuk para pendidik maupun calon, tolong sadarlah akan tugas kita yang mulia. Mengapa guru dikatakan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa? Karena dulunya guru adalah pejuang yang berusaha keras mencerdaskan pemuda Indonesia agar dapat bangkit dari keterpurukan akibat penjajahan meskipun TANPA BAYARAN.  Namun kini, jangankan tidak dibayar, dibayarpun masih banyak guru yang malalaikan tugasnya.
KESIMPULAN
Simulasi adalah suatu proses peniruan dari sesuatu yang nyata beserta keadaan sekelilingnya (state of affairs). Sekolah kerja itu bertolak dari pandangan bahwa pendidikan tidak hanya demi kepentingan individu tetapi juga demi kepentingan masyarakat. Konsep Simulasi ini perlu dilaksanakan terutama di sekolah kejuruan, karena moto sekolah kejuruan adalah menghasilkan luaran yang siap pakai bukan siap kembang. Dengan penggunaan konsep ini, diharapkan luaran SMK benar – benar siap pakai dalam berbagai bentuk lapangan kerja, tidak hanya disekitaran wilayahnya saja tetapi juga di wilayah lain (tingkat nasional) bahkan sampai ke tingkat Internasional.


DAFTAR PUSTAKA
Tirtarahardja & La Sulo, 2010. “Pengantar Pendidikan”. Jakarta: Rineka Cipta 6: 204-205.
Tim Penyusun, 2012. “Dasar – dasar Pendidikan”. Jakarta: Kencana Prenada Media Group 3: 59.
Mudyahardjo Redja, 2013. “PENGANTAR PENDIDIKAN; Sebuah Studi Awal Tentang Dasar – dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan Di Indonesia”. Jakarta: Rajawali Perss hal.151
Irianto, B. Yoyon, 2011. “Kebijakan Pembaruan Pendidikan; Konsep, Teori dan Model”. Jakarta: Rajawali Pers hal.144
SITUS INTERNET:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar