Model Pembelajaran Sekolah
Kerja
Konsep Simulasi Sebagai Pengembangan Model Pembelajaran Di SMK/MAK
Untuk Meningkatkan Relevansi Pendidikan
Vegi Dwi Januaristy
Mahasiswa S1 Pendidikan Ekonomi Universitas Negeri Gorontalo
PENDAHULUAN
Di zaman yang semakin modern ini,banyak orang, khususnya orang tua
yang menasehati anaknya ataupun pemuda lain agar mau bersekolah, melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Banyak dari mereka yang mengatakan
bahwa tujuan bersekolah adalah agar mudah memperoleh pekerjaan, agar hidupnya
lebih mapan, mengangkat derajad orang tua dan lain sebagainya. Namun benarkah
demikian? Dapatkah pendidikan menjamin setiap orang dapat memperloleh pekerjaan
yang mapan?
Faktanya tingkat pengangguran di Indonesia masih sangat tinggi. Seperti
yang dilansir dalam Tribunnews, Jakarta (6 November 2013) dimana pengangguran
di Indonesia mencapai 7,39 juta orang. Padahal semakin hari semakin banyak
orang yang bersekolah, bahkan sampai ke perguruan tinggi. Ratusan perguruan
tinggi, SMA, SMK/MAK dan sederajad se-Indonesia setiap tahunnya meluluskan
ribuan SDM yang memerlukan tempat dalam dunia kerja. Jika kita kembali melihat
fakta yang ada, jelas menggambarkan sebagian besar SDM belum dapat masuk dalam
dunia kerja (baik industri swasta maupun pemerintah).
Jika demikian, lalu apa sesungguhnya kegunaan dari penyelenggaraan
pendidikan itu? Membentuk moral yang beradap? Memanusiakan manusia? Banyak
orang yang moralnya rusak karena tidak mendapat pekerjaan. Sehingga mereka
menekuni pekerjaan yang tidak seharusnya dilakukan. Menurut Ki Hadjar Dewantara,
tujuan dari pendidikan adalah
penguasaan diri, sebab disinilah pendidikan memanusiakan manusia (humanisasi).
Penguasaan diri merupakan langkah yang dituju untuk tercapainya pendidikan yang
memanusiawikan manusia (Fedi, 2013). Pengertian ini mengandung makna yang sangat luas dan sangat ideal
jika di jabarkan. Sedangkan pengertian pendidikan itu sendiri menurut
Mudyahardjo (2006: 3), pendidikan adalah hidup. Pendidikan adalah segala
pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang
hidup. Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan hidup. Pengertian yang sangat luas dan penuh makna. Dari kalimat
terakhir bisa kita simpulkan bahwa bukan pendidikan jika tidak memberi
perubahan dalam kehidupan seseorang.
Oleh karena itu, dalam kesempatan kali ini saya ingin menggagas
sebuah konsep, yaitu konsep simulasi yang saya kembangkan dari pandangan model
pembelajaran sekolah kerja.
PENGEMBANGAN MODEL SEKOLAH KERJA DENGAN KONSEP SIMULASI
Simulasi adalah suatu proses peniruan dari sesuatu yang nyata
beserta keadaan sekelilingnya (state of affairs) (seaparamita.blogspot.com).
Dengan tidak lari begitu jauh dari model sekolah kerja, maksud saya konsep
simulasi di sini hanyalah sekedar pengembangan dari model tersebut. Sehingga
perlu kita ketahui terlebih dahulu tentang apa itu model sekolah kerja?
Tokoh yang sering dipandang sebagai bapak sekolah kerja adalah
G.Kerschensteiner (1854-1932) dengan Arbeitschule-nya
(sekolah kerja) di jerman. Perlu dikemukakan bahwa sekolah kerja itu bertolak
dari pandangan bahwa pendidikan tidak hanya demi kepentingan individu tetapi
juga demi kepentingan masyarakat. Dengan kata lain, sekolah berkewjiban
menyiapkan warga negara yang baik, yakni (Tirtarahardja dan La Sulo, 6:
204-205):
1)
Tiap orang adalah pekerja
dalam salah satu lapangan jabatan.
2)
Tiap orang wajib
menyumbangkan tenaganya untuk kepentingan negara.
3) Dalam menunaikan kedua tugas tersebut haruslah selalu diusahakan
kesempurnaannya, agar dengan jalan itu tiap warga negara ikut membantu
mempertinggi dan menyempurnakan kesusilaan dan keselamatan negara.
Berdasarkan hal itu, maka menurut G.Kerschensteiner tujuan sekolah
adalah:
1)
Menambah pengetahuan anak,
yaitu pengetahuan yang didapat dari buku atau orang lain, dan yang didapat dari
pengalaman sendiri,
2) Agar anak dapat memiliki kemampuan dan kemahiran tertentu,
3) Agar anak dapat memiliki pekerjaan sebagai persiapan jabatan dalam
mengabdi negara.
Kerschensteiner lebih mengutamakan pekerjaan tangan (keterampilan) daripada pekerjaan otak
(kognitivisme). Oleh karena demikian banyaknya macam pekerjaan yang menjadi
pusat pelajaran, maka sekolah kerja dibagi menjadi 3 golongan besar:
1)
Sekolah-sekolah perindustrian
(tukang cukur, tukang cetak, tukang kayu, tukang daging, masinis dan
lain-lain).
2) Sekolah-sekolah perdagangan (makanan, pakaian, bank, asuransi,
pemegang buku, porselin, pisau, dan gunting dari besi, dan lain-lain).
3) Sekolah-sekolah rumah tangga, bertujuan mendidik para calon ibu
yang diharapkan akan menghasilkan warga negara yang baik.
Segala pekerjaan itu dilaksanakan di sekolah sehingga sekolah
mempunyai alat – alat lengkap dan tempat (ruang) yang cukup; dapur;
laboratorium; kebun sekolah; tempat bertukang; dan sebagainya. (Tirtarahardja
& La Sulo, 6: 204-205)
Dari penjelasan di atas, model pembelajaran sekolah kerja tampak
sangat ideal jika diterapkan di era 80-an atau 90-an. Namun, bukan berarti
model tersebut tidak dapat diterapkan di era globalisasi ini. Peranan sekolah
kerja sangat mendorong berkembangnya sekolah kejuruan, seperti yang telah
banyak terdapat di Indonesia. Namun, di era global sekarang ini tidak cukup
jika seseorang masuk dalam sekolah kejuruan kemudian memilih salah satu jurusan
misalnya jurusan pembukuan atau yang sekarang terkenal dengan nama Akuntansi
yang dapat digolongkan dalam sekolah – sekolah perdagangan. Jika menggunakan
model dasar sekolah kerja yang masih klasik (tradisional), maka dalam
implementasinya pasti mereka akan membentuk satu sitem dimana terdapat kelompok
yang berdagang untuk menimbulkan transaksi keuangan, misalnya dalam suatu
daerah memiliki sumber daya alam berupa beras, sehingga mereka melakukan jual
beli beras lalu bagian Akuntansi akan menghandel masalah keuangannya. Mulai
dari perencanaan keuangan, transaksi, sampai dengan perhitungan laba penjualan.
Dalam implementasi tersebut jelas model ini masih sangat sederhana
dan terbatas. Sehingga perlu dikembangkan agar menjadi lebih kompleks lagi dan
sesuai dengan perkembangan zaman.
Konsep simulasi berangkat dari masalah relevansi pendidikan dan
kompleksitas kebutuhan dunia kerja. Dari contoh di atas, menurut saya masih
sangat terbatas, karena zaman sekarang kata “perdagangan” memiliki arti yang luas. Dalam kehidupan
nyata perusahaan – perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan sangat banyak
jenisnya seperti, Perusahaan Dagang/PD (bentuk sederhana), Perusahaan Jasa
(PJ), Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan manufaktur, Perusahaan yang bergerak
dalam Pasar Modal, CV dan masih banyak lagi yang lainnya.
Gambaran model sekolah kerja dengan konsep simulasi yaitu dengan
membuat simulasi (peniruan) dari setiap jenis perusahaan yang ada. Semuanya
dibuat seolah dalam dunia nyata. Misalnya simulasi untuk Perseroan Terbatas, dibentuk
siapa pemegang saham perusahaannya, siapa pemegang saham yang memiliki suara (Preferens) maupun pemegang saham yang
tidak memiliki suara dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), bagian keuangan, publik,
pihak – pihak yang berperan sebagai konsumen ataupun rekan bisnis, bank, dan
lain sebagainya.
Di awal pertemuan atau di awal proses pembelajaran (di kelas satu
semester pertama/ganjil) perlu disampaikan dasar – dasar akuntansi secara
keseluruhan. Kemudian diberi pengantar dan buku pegangan untuk setiap simulasi
yang akan dilakukan. Dan dalam pelaksanaannya tetap harus dibimbing oleh satu
atau dua orang pembimbing (dapat disesuaikan). Simulasi ini akan lebih efisien
lagi jika didukung dengan pembimbing yang didatangkan langsung dari dunia usaha
dan dunia industri (DU/DI) yang disesuaikan dengan bentuk simulasi yang akan
dilakukan. Sehingga kendala – kendala yang dihadapi dapat langsung terjawab.
Saat ini di SMK/MAK terdapat yang namanya Praktek Kerja Lapangan
(PKL) atau di sekolah saya disebut dengan PSG (Pendidikan Sistem Ganda). Jika
kita analisis sistem tersebut juga merupakan pengembangan dari Model
Pembelajaran Sekolah Kerja. Dan dalam konsep simulasi ini, saya tidak bermaksud
meniadakan sistem tersebut, karena yang namanya dalam Model Pembelajaran
Sekolah Kerja siswa harus benar – benar bekerja dalam dunia nyata, dalam suatu
lapangan pekerjaan. Hanya saja dengan adanya konsep simulasi akan mempermudah
siswa/siswi dalam melaksanakan sistem tersebut.
Sejauh ini, Pendidikan Sistem Ganda (PSG) dilaksanakan ketika
siswa/siswi menginjak semester genap di kelas dua. Sehingga waktu yang dimiliki
untuk menerapkan konsep simulasi ± 1,5 tahun. Waktu ini sudah lebih dari cukup. Meskipun akan lebih
efisien lagi jika waktu untuk proses pembelajaran diperpanjang, mengingat dalam
dunia kerja, aktivitas kantor dimulai sejak pagi (sekitar 7.15, 7.30 ataupun
8.00) sampai sore hari (4.00 s.d 5.00. Lagipula menurut saya kita perlu
mencontoh negara maju dimana siswa – siswai hanya berada dirumah pada malam
hari, bahkan ada juga yang masih mengambil les, kursus dan sebagainya.
Waktu yang panjang tersebut saya katakan sebagai waktu pembelajaran
karena belajar tidak hanya di sekolah, jadi mereka juga bisa belajar di luar
sekolah berbaur bersama masyarakat, sebagaimana dasar pandangan dari sekolah
kerja itu sendiri. Sehingga Model Pembelajaran Sekolah Kerja juga dapat
menggunakan pendekatan BBE (Broad Based Education), yaitu pendekatan pendidikan
yang berbasis pada masyarakat luas yang dapat diterapkan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah. Kebaikan BBE ini berfokus pada pendekatan
pendidikan life skills atau
pendidikan kecakapan hidup, (Bahtiar, 144) sesuai dengan pandangan
kerschensteiner yang mementingkan pekerjaan tangan dari pekerjaan otak.
Di Amerika Serikat, gema sekolah kerja dapat ditemukan dalam
gagasan – gagasan John Dewey tentang pendidikan, khususnya metode proyek. John
Dewey memandang pendidikan sebagai rekonstruksi pengalaman – pengalaman yang
berlangsung terup dalam hidup (Mudyahardjo, 151). Namun, menurut saya metode
ini juga masih terbatas karena dalam metode ini siswa/siswi menentukan pilihan
pekerjaan, kemudian merancang dan memimpinnya. Sedangkan tututan dunia kerja
adalah SDM yang serba bisa. Selain itu dalam satu jurusan tentunya terdapat
banyak orang, jika suatu peluang kerja telah diisi oleh orang lain, maka kita
akan kehilangan kesempatan itu dan sulit mencari pekerjaan lain yang latar
belakangnya berbeda dengan yang kita pelajari.
KELEBIHAN DAN MANFAAT KONSEP SIMULASI
Model Pembelajaran Sekolah Kerja dengan Konsep Simulasi ini
kelebihan – kelebihan dan manfaat yang sangat luas cakupannya, antara lain:
1)
Membentuk SDM yang berwawasan
luas,
2)
Menawarkan kecakapan di
bidang kopentensi yang diambil secara mendalam,
3)
SDM yang dihasilkan lebih
terampil dan siap pakai karena telah dibekali dengan kemampuan dalam bidang
kerja yang luas.
4)
Mampu menjawab tantangan,
seperti yang saya contohkan di atas, sehingga SDM yang dihasilkan siap bekerja
dalam perusahaan dengan bentuk apapun, karena ia telah menguasai seluk –
beluknya melalui simulasi.
5)
Memiliki banyak keahlian
tambahan (di luar kompetensi), karena selama mengenyam pendidikan banyak
menjalin hubungan dengan pihak luar baik masyarakat maupun pihak swasta dan
pemerintah.
6)
Dunia kerja tentunya lebih
yakin menggunakan SDM yang dihasilkan karena bisa jadi perusahaan mereka adalah
salah datu perusahaan yang pernah menjalin kerja sama sebelumnya, ataupun
karena SDM yang dihasilkan memang sesuai dengan yang dibutuhkan, bahkan lebih.
7)
Menanamkan jiwa wirausaha
yang berkompeten, religius, profesional, dan berpikiran global.
Saya yakin masih sangat banyak kelebihan yang lainnya. Semua
kelebihan di atas tentunya mampu memberikan manfaat kepada masyarakat, bangsa
dan negasa. Dalam pembelajaran sesungguhnya saya belum tau apakah konsep
simulasi ini sudah ada yang menerapkan atau belum. Namun, selain dalam
pembelajaran sudah banyak digunakan. Seperti simulator kuda, untuk orang yang
ingin belajar berkuda tetapi takut secara langsung menggunakan kusa asli.
Kemudian simulator SIM, untuk pengendara, dimana dalam tes, yang mengajukan
pembuatan SIM dihadapkan pada alat simulasi yang membuatnya seakan – akan
sedang mengemudikan kendaraan.
TANTANGAN DAN HAMBATAN
Tantangan dari penerapan konsep ini meliputi pihak guru maupun
pihak siswa/siswi. Guru diharapkan tidak hanya memiliki kopetensi pedagogiek
tetapi juga memiliki kemampuan dalam hal kepribadian, sosial, dan profesional.
Bagaimana mungkin seorang guru mengarahkan siswanya untuk menjalin interaksi
dengan banyak orang sedang dirinya sendiri kesulitan jika harus demikian. Akan
lebih menunjang jika guru memiliki kemampuan berbahasa asing walaupun pasif,
dan juga kemampuan di bidang IT.
Dari sudut siswa, tidak dituntut terlalu banyak, yang terpenting
adalah semangat untuk belajar dan selalu memotivasi diri. Rajin, tekun, kritis
dalam berfikir sehingga mampu memanfaatkan setiap momen yang dilalui untuk
menimba ilmu sebanyak – banyaknya dan menjalin relasi yang positif dengan
berbagai pihak sehingga memungkinkannya untuk dapat segera memperoleh pekerjaan
ketika lulus dari sekolah.
Secara keseluruhan sebagai pihak sekolah harus mampu menjalin kerja
sama dengan instansi – instansi terkait untuk memperoleh kepercayaan. Tidak
seperti yang banyak terjadi, dari sekian banyak orang yang saya wawancarai
mengaku bahwa saat PSG mereka ditempatkan di instansi yang kurang sesuai dengan
kompetensi dan akhirnya mereka hanya diperintahkan kesana – kemari, fotocopy,
bahkan membuat teh dan menyapu ruangan.
Hambatan dalam konsep simulasi ini adalah bertambahnya anggaran
untuk melakukan simulasi. Ditambah lagi pencairan dana dari pemerintah
seringkali lambat. Kemampuan guru dalam menyesuaikan diri akan sedikit
mengalami kesulitan terlebih jika guru tersebut tidak dididik sebagai seorang
guru bahkan latar belakang pendidikannyapun tidak sesuai dengan jurusan. Sesungguhnya
dari segi pendidik yang berkompeten-pun Indonesia masih sangat kekurangan SDM.
Hal ini diperparah dengan tingkat KKN yang sangat tinggi di Indonesia. Jadi
untuk para pendidik maupun calon, tolong sadarlah akan tugas kita yang mulia.
Mengapa guru dikatakan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa? Karena dulunya guru
adalah pejuang yang berusaha keras mencerdaskan pemuda Indonesia agar dapat
bangkit dari keterpurukan akibat penjajahan meskipun TANPA BAYARAN. Namun kini, jangankan tidak dibayar,
dibayarpun masih banyak guru yang malalaikan tugasnya.
KESIMPULAN
Simulasi adalah suatu proses peniruan dari sesuatu yang nyata
beserta keadaan sekelilingnya (state of affairs). Sekolah kerja itu bertolak
dari pandangan bahwa pendidikan tidak hanya demi kepentingan individu tetapi
juga demi kepentingan masyarakat. Konsep Simulasi ini perlu dilaksanakan
terutama di sekolah kejuruan, karena moto sekolah kejuruan adalah menghasilkan
luaran yang siap pakai bukan siap kembang. Dengan penggunaan konsep ini,
diharapkan luaran SMK benar – benar siap pakai dalam berbagai bentuk lapangan
kerja, tidak hanya disekitaran wilayahnya saja tetapi juga di wilayah lain
(tingkat nasional) bahkan sampai ke tingkat Internasional.
DAFTAR PUSTAKA
Tirtarahardja & La Sulo, 2010. “Pengantar Pendidikan”. Jakarta: Rineka Cipta 6: 204-205.
Tim Penyusun, 2012. “Dasar – dasar Pendidikan”. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group 3: 59.
Mudyahardjo Redja, 2013. “PENGANTAR PENDIDIKAN; Sebuah Studi Awal
Tentang Dasar – dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan Di Indonesia”.
Jakarta: Rajawali Perss hal.151
Irianto, B. Yoyon, 2011. “Kebijakan Pembaruan Pendidikan; Konsep, Teori
dan Model”. Jakarta: Rajawali Pers hal.144
SITUS INTERNET:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar